Seorang kawan, aktivis atau paralegal difabel, Purwanti alias mbak Ipung pernah berujar, “Difabel seharusnya belajar di sekolah umum agar pertumbuhan mentalnya berkembang baik. Tetapi, jika negara masih terus mengijinkan berdirinya Sekolah Luar Biasa, maka pamor sekolah umum di mata orang tua dari anak difabel akan selalu dikalahkan oleh SLB dan mereka akan lebih memilih menyekolahkan anaknya di SLB. Begitupun negara yang terus mengucurkan dana bantuan ke SLB dan bukan ke sekolah umum akan membuat perkembangan sekolah umum menjadi sekolah inklusi menjadi terhambat!”
Sudah banyak kritik dilontarkan oleh aktivis difabel dan keluarga difabel terkait SLB. Salah satu misalnya, SLB—termasuk dalam hal ini Panti rehabilitasi dan sejenisnya—melanggengkan praktik ekslusi difabel dalam pendidikan—dan dunia kerja. Anak difabel yang sekolah di SLB akan mengalami hambatan dalam bersosialisasi dengan keberagaman warga negara dan sebaliknya warga negara pada umumnya terhambat untuk memahami lebih jauh difabel dengan segala keberagamannya. Ketiadaan interaksi intesif ini menimbulkan ketidaktahuan atau kesalahpahaman berkepanjangan dari banyak orang mulai di tingkat rumah tangga sampai di kantor kepresidenan sehingga difabel mengalami hambatan demi hambatan dalam menjalani hidupnya.
Continue reading “DIFABEL Harus Belajar di Sekolah Umum, Titik!”